Sabtu, 30 Oktober 2010
DEREGULASI PERBANKAN
Salah satu maksud dari kebijakan deregulasi dan debirokratisasi adalah upaya untuk membangun suatu sistem perbankan yang sehat, efisien, dan tangguh. Kondisi 9erekonomian pada akhir periode 1982/1983 kurang menguntungkan, baik karena faktor eksternal maupun internal. Kemampuan pemerintah untuk menopang dana pembangunan semakin berkurang, untuk itu dilakukan perubahan strategi untuk mendorong peranan swasta agar lebih besar. Dampak dari over-regulated terhadap perbankan adalah kondisi stagnan dan hilangnya inisiatif perbankan. Hal tersebut mendorong BI melakukan deregulasi perbankan untuk memodernisasi perbankan sesuai dengan tuntutan masyarakat, dunia usaha, dan kehidupan ekonomi pada periode tersebut.
1. Tahun 1983
Pada tahun 1983 merupakan tahap awal deregulasi perbankan. Tahap awalnya berupa penghapusan pagu kredit, bank bebas menetapkan suku bunga kredit, tabungan, dan deposito, serta menghentikan pemberian Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) kepada semua bank kecuali untuk jenis kredit tertentu yang berkaitan dengan pengembangan koperasi dan ekspor Deregulasi Perbankan 1983 merupakan kebijakan yang paling signifikan dalam system perbankan Indonesia. Deregulasi ini juga menjadi tonggak awal system pasar bebas perbankan nasional yang mempunyai konsekuensi yang cukup besar terhadap system perbankan.
2. Tahun 1988
Pada tahun 1988 pemerintah bersama BI melangkah lebih lanjut dalam deregulasi perbankan dengan mengeluarkan Paket Kebijakan Deregulasi Perbankan 1988 (Pakto 88)
yang menjadi titik balik dari berbagai kebijakan penertiban perbankan 1971–1972. Pemberian izin usaha bank baru yang telah dihentikan sejak tahun 1971 dibuka kembali oleh Pakto88. Demikian pula dengan ijin pembukaan kantor cabang atau pendirian BPR menjadi lebih dipermudah dengan persyaratan modal ringan. Suatu kemudahan yang sebelumnya belum pernah dirasakan oleh dunia perbankan. Salah satu ketentuan fundamental dalam Pakto 88 adalah perijinan untuk bank devisa yang hanya mensyaratkan tingkat kesehatan dan aset bank telah mencapai minimal Rp 100 juta. Namun demikian, Pakto 88 juga mempunyai efek samping dalam bentuk penyalahgunaan kebebasan dan kemudahan oleh para pengurus bank.
3. Tahun 1990-an
BI mengeluarkan Paket Kebijakan Februari 1991 yang berisi ketentuan yang mewajibkan bank berhati-hati dalam pengelolaannya. Pada 1992 dikeluarkan UU Perbankan menggantikan UU No. 14/1967. Sejak saat itu, terjadi perubahan dalam klasifikasi jenis bank, yaitu bank umum dan BPR. UU Perbankan 1992 juga menetapkan berbagai ketentuan tentang kehati-hatian pengelolaan bank dan pengenaan sanksi bagi pengurus bank yang melakukan tindakan sengaja yang merugikan bank, seperti tidak melakukan pencatatan dan pelaporan yang benar, serta pemberian kredit fiktif, dengan ancaman hukuman pidana. Selain itu, UU Perbankan 1992 juga memberi wewenang yang luas kepada Bank Indonesia untuk melaksanakan fungsi pengawasan terhadap perbankan.
4. Tahun 1992-1993
perbankan nasional mulai menghadapi permasalahan yaitu meningkatnya kredit macet yang menimbulkan beban kerugian pada bank dan berdampak keengganan bank untuk melakukan ekspansi kredit. BI menetapkan suatu program khusus untuk menangani kredit macet dan membentuk Forum Kerjasama dari Gubernur BI, Menteri Keuangan, Kehakiman, Jaksa Agung, Menteri/Ketua Badan Pertahanan Nasional, dan Ketua Badan Penyelesaian Piutang Negara. Selain kredit macet, yang menjadi penyebab keengganan bank dalam melakukan ekspansi kredit adalah karena ketatnya ketentuan dalam Pakfeb 1991 yang membebani perbankan. Hal itu ditakutkan akan mengganggu upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Maka, dikeluarkanlah Pakmei 1993 yang melonggarkan ketentuan kehati-hatian yang sebelumnya ditetapkan dalam Paket februari 1991.
5. Tahun 1994
Perekonomian Indonesia mengalami booming economy dengan sektor properti sebagai pilihan utama. Keadaan itu menjadi daya tarik bagi investor asing. Pakmei 1993 ternyata memberikan hasil pertumbuhan kredit perbankan dalam waktu yang sangat singkat dan melewati tingkat yang dapat memberikan tekanan berat pada upaya pengendalian moneter. Kredit perbankan dalam jumlah besar mengalir deras ke berbagai sektor usaha, terutama properti, meski BI telah berusaha membatasi. Keadan ekonomi mulai memanas dan inflasi meningkat. Setelah berjalan lama, Pakto 88 mulai menampakkan dampak negatifnya. Kebebasan perbankan terutama dalam bank devisa, yang menghambat terciptanya sistem perbankan yang sehat.
6. Tahun 1995
Pada tahun 1995 mulai memperberat syarat ketentuan untuk menjadi bank devisa, meski langkah tersebut belum bisa menahan laju pertumbuhan perbankan. Pada 1996, sebagai upaya untuk menekan ekspansi kredit perbankan yang dianggap sebagai pemicu memanasnya mesin perekonomian, diterapkan kembali kebijakan moral suasion dengan cara menghimbau bank untuk menekan laju ekspansi kreditnya.
7. Tahun 1997
Walaupun ekpansi kredit perbankan mulai dapat ditahan, namun perkembangan usaha perbankan menjadi lebih sulit dikendalikan. Untuk itu, BI telah berencana untuk melikuidasi tujuh bank yang ternyata belum mendapat restu dari pemerintah.
Kesimpulan :
Tujuan BI melakukan deregulasi perbankan adalah supaya dapat memodernisasi perbankan sesuai dengan tuntutan masyarakat, dunia usaha, dan kehidupan ekonomi pada periode tersebut. Dengan dilakukan deregulasi ini BI mengembangkan bank-bank sekunder khususnya yang terletak di daerah supaya tercapai modernisasi sistem keuangan pedesaan. Tetapi usaha yang dilakukan ternyata tidak sesuai dengan harapan karena Pakto 88 menimbulkan dampak negative yaitu terhambatnya penciptaan system perbankan sehat.
Posting from :
1. http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/D1FC7FE4-7400-4A35-B021-A4596387C20A/827/SejarahPerbankanPeriode19831997.pdf
2. http://www.docstoc.com/docs/7839377/Deregulasi-Perbankan-dan-Permintaan-Uang
1. Tahun 1983
Pada tahun 1983 merupakan tahap awal deregulasi perbankan. Tahap awalnya berupa penghapusan pagu kredit, bank bebas menetapkan suku bunga kredit, tabungan, dan deposito, serta menghentikan pemberian Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) kepada semua bank kecuali untuk jenis kredit tertentu yang berkaitan dengan pengembangan koperasi dan ekspor Deregulasi Perbankan 1983 merupakan kebijakan yang paling signifikan dalam system perbankan Indonesia. Deregulasi ini juga menjadi tonggak awal system pasar bebas perbankan nasional yang mempunyai konsekuensi yang cukup besar terhadap system perbankan.
2. Tahun 1988
Pada tahun 1988 pemerintah bersama BI melangkah lebih lanjut dalam deregulasi perbankan dengan mengeluarkan Paket Kebijakan Deregulasi Perbankan 1988 (Pakto 88)
yang menjadi titik balik dari berbagai kebijakan penertiban perbankan 1971–1972. Pemberian izin usaha bank baru yang telah dihentikan sejak tahun 1971 dibuka kembali oleh Pakto88. Demikian pula dengan ijin pembukaan kantor cabang atau pendirian BPR menjadi lebih dipermudah dengan persyaratan modal ringan. Suatu kemudahan yang sebelumnya belum pernah dirasakan oleh dunia perbankan. Salah satu ketentuan fundamental dalam Pakto 88 adalah perijinan untuk bank devisa yang hanya mensyaratkan tingkat kesehatan dan aset bank telah mencapai minimal Rp 100 juta. Namun demikian, Pakto 88 juga mempunyai efek samping dalam bentuk penyalahgunaan kebebasan dan kemudahan oleh para pengurus bank.
3. Tahun 1990-an
BI mengeluarkan Paket Kebijakan Februari 1991 yang berisi ketentuan yang mewajibkan bank berhati-hati dalam pengelolaannya. Pada 1992 dikeluarkan UU Perbankan menggantikan UU No. 14/1967. Sejak saat itu, terjadi perubahan dalam klasifikasi jenis bank, yaitu bank umum dan BPR. UU Perbankan 1992 juga menetapkan berbagai ketentuan tentang kehati-hatian pengelolaan bank dan pengenaan sanksi bagi pengurus bank yang melakukan tindakan sengaja yang merugikan bank, seperti tidak melakukan pencatatan dan pelaporan yang benar, serta pemberian kredit fiktif, dengan ancaman hukuman pidana. Selain itu, UU Perbankan 1992 juga memberi wewenang yang luas kepada Bank Indonesia untuk melaksanakan fungsi pengawasan terhadap perbankan.
4. Tahun 1992-1993
perbankan nasional mulai menghadapi permasalahan yaitu meningkatnya kredit macet yang menimbulkan beban kerugian pada bank dan berdampak keengganan bank untuk melakukan ekspansi kredit. BI menetapkan suatu program khusus untuk menangani kredit macet dan membentuk Forum Kerjasama dari Gubernur BI, Menteri Keuangan, Kehakiman, Jaksa Agung, Menteri/Ketua Badan Pertahanan Nasional, dan Ketua Badan Penyelesaian Piutang Negara. Selain kredit macet, yang menjadi penyebab keengganan bank dalam melakukan ekspansi kredit adalah karena ketatnya ketentuan dalam Pakfeb 1991 yang membebani perbankan. Hal itu ditakutkan akan mengganggu upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Maka, dikeluarkanlah Pakmei 1993 yang melonggarkan ketentuan kehati-hatian yang sebelumnya ditetapkan dalam Paket februari 1991.
5. Tahun 1994
Perekonomian Indonesia mengalami booming economy dengan sektor properti sebagai pilihan utama. Keadaan itu menjadi daya tarik bagi investor asing. Pakmei 1993 ternyata memberikan hasil pertumbuhan kredit perbankan dalam waktu yang sangat singkat dan melewati tingkat yang dapat memberikan tekanan berat pada upaya pengendalian moneter. Kredit perbankan dalam jumlah besar mengalir deras ke berbagai sektor usaha, terutama properti, meski BI telah berusaha membatasi. Keadan ekonomi mulai memanas dan inflasi meningkat. Setelah berjalan lama, Pakto 88 mulai menampakkan dampak negatifnya. Kebebasan perbankan terutama dalam bank devisa, yang menghambat terciptanya sistem perbankan yang sehat.
6. Tahun 1995
Pada tahun 1995 mulai memperberat syarat ketentuan untuk menjadi bank devisa, meski langkah tersebut belum bisa menahan laju pertumbuhan perbankan. Pada 1996, sebagai upaya untuk menekan ekspansi kredit perbankan yang dianggap sebagai pemicu memanasnya mesin perekonomian, diterapkan kembali kebijakan moral suasion dengan cara menghimbau bank untuk menekan laju ekspansi kreditnya.
7. Tahun 1997
Walaupun ekpansi kredit perbankan mulai dapat ditahan, namun perkembangan usaha perbankan menjadi lebih sulit dikendalikan. Untuk itu, BI telah berencana untuk melikuidasi tujuh bank yang ternyata belum mendapat restu dari pemerintah.
Kesimpulan :
Tujuan BI melakukan deregulasi perbankan adalah supaya dapat memodernisasi perbankan sesuai dengan tuntutan masyarakat, dunia usaha, dan kehidupan ekonomi pada periode tersebut. Dengan dilakukan deregulasi ini BI mengembangkan bank-bank sekunder khususnya yang terletak di daerah supaya tercapai modernisasi sistem keuangan pedesaan. Tetapi usaha yang dilakukan ternyata tidak sesuai dengan harapan karena Pakto 88 menimbulkan dampak negative yaitu terhambatnya penciptaan system perbankan sehat.
Posting from :
1. http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/D1FC7FE4-7400-4A35-B021-A4596387C20A/827/SejarahPerbankanPeriode19831997.pdf
2. http://www.docstoc.com/docs/7839377/Deregulasi-Perbankan-dan-Permintaan-Uang
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Popular Posts
-
1. Pengertian Harmonisasi Harmonisasi merupakan proses untuk meningkatkan kompatibilitas(kesesuaian) praktik akuntansi dengan menentuk...
-
Setelah membahas mengenai makanan Kas suku Rejang, saya akan berbagi informasi lagi mengenai Bahasa Rejang. Suku Rejang adalah suku asli dar...
-
Bagaimana jika mesin fotocopy yang beroperasi di depan-depan kampus bisa dijalankan dengan tenaga sinar matahari ya??? Pertanyaan diatas ak...
-
Tanggal 3 Oktober 2010 kurang lebih seminggu yag lalu, it's my new life, hari pertama w ngekos, hahaha baru bener2 ngerasa gimana suka d...
-
Kalau membaca judulnya mungkin rada bingung apa Lema itu?? Nah disini saya akan sedikit menjelaskan mengenai lema itu dan berbagi informasi...
-
Blogger pasti banyak yang tidak tahu tahu dimana letak Desa Taba Saling. Desa Taba Saling adalah kampung halaman saya yang terletak di Pro...
-
Menjadi seorang pengusaha kenapa tidak, berwirausaha menjadi alternatif ketika lapangan kerja semakin sedikit. Ditambah lagi persaingan dal...
-
Kabupaten Kepahiang merupakan salah satu kota kecil yang ada di Provinsi Bengkulu (Kampung halaman saya). Jika dari pusat kota Bengk...
-
Cara mengglobalisasikan koperasi, emm sepertinya kalau dilihat kondisi koperasi sekarang sepertinya ...
-
Sebelum kita membahas tentang macam-macam Penalaran, saya ingin bercerita sedikit mengenai penalaran dalam versi saya sendiri. Kita past...
Diberdayakan oleh Blogger.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar